Kali ini kutulis surat dengan hati yang kehilangan rasa sakitnya. Semua habis dimakan masa beserta isi kepala yang berantakan seperti tumpukan sampah di bantar gebang. Suratku ini ku tulis dengan ambisi yang sama ketika rindu padamu mengalir tanpa arah. Memilah janji-janji di gulungan angin yang berhembus menghempas memecah dedaunan.
Surat ini tak akan panjang. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa bulan bintang tak akan kemana selagi langit masih luas membentang bumi. Selayak kita yang akan menjelajah kemana-mana saat cinta dipermainkan luka.
Aku sedang merasa kurang manusia akhir-akhir ini. Rinduku semakin jalang, layak macan yang mengaum mencakar relung hati terdalam. Memberi luka yang sama seperti perpisahanku dengan kenangan di pinggiran jalan. Aku lelah menjadi baik. Aku lelah menjadi manusia berhati ular yang merayap melata dibalik gemerlap kemunafikan.
Aku rindu dirimu yang dengan jujur menelanjangi kesombonganku.
Aku rindu dirimu yang mampu melucuti kepura-puraanku diatas topeng bernama moral. Moral yang entah bernama apa.
Surat ini mungkin membuatmu bingung. Aku juga menulis dengan kadar bingung yang sama. Kepalaku kini tak lagi mampu berputar. Semuanya statis dalam irama mistis. Tolong, tolong ajarkan aku melupa semua luka yang telah meraba dada. Ajarkan aku menghabisi munafik-munafik yang menggeliat di atas asa.
Ah, sudahlah. Sebelum surat ini semakin mengalir ke hal yang tak semestinya, aku hanya ingin kau tau bahwa padamu aku tak perlu menjadi manusia tapi apa saja yang memubatku berharga. Dan hanya kau yang mampu melihatku sebagai diriku yang serupa binatang tanpa pandangan redah namun indah.